Friday 10 May 2013

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO/LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK

Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Non-Bank (LKM/LKNB) adalah lembaga keuangan yang berstatus badan hukum sebagai penanggung jawab pemberian stimulan untuk perumahan swadaya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, antara lain Koperasi, Koperasi Syariah, dan Pegadaian.

Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Di BRI sendiri, micro finance didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta. Terdapat masih banyak lagi definisi micro finance atau keuangan mikro tergantung dari sudut pembicaraan.

Bagaimanapun, target atau segmen micro finance senantiasa bersentuhan dengan masyarakat yang relatif miskin atau berpenghasilan rendah Program P4K yang ditangani di BRI mendefinisikan masyarakat miskin sebagai mereka petani nelayan kecil (PNK) dan penduduk pedesaan lainnya yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan kriteria pendapatannya maksimum setara dengan 320 kg beras per kapita per tahun.

Menurut Marguiret Robinson (2000), pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program, termasuk didalamnya adalah program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.

Pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu yang ampuh dalam menangani kemiskinan. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa, ketika pinjaman diberikan kepada mereka yang sangat miskin, kemungkinan besar pinjaman tersebut tidak akan pernah kembali. Hal ini wajar saja, mengingat mereka (the extreme poor) tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif. Program pangan dan penciptaan lapangan kerja lebih cocok untuk masyarakat sangat miskin tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat lain yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor) atau masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income), mereka memiliki penghasilan, meskipun tidak banyak. Untuk itu diperlukan pendekatan, program subsidi atau jenis pinjaman mikro yang tepat untuk masing-masing kelompok masyarakat miskin tersebut.

Secara yuridis keberlakuan (Lembaga Keuangan Mikro) LKM di Indonesia paling bisa didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 351.1/KMK.010/2009, Nomor: 900-639A Tahun 2009, Nomor: 01/SKB/M.KUKM/IX/2009, dan Nomor: 11/43A/KEP.GBI/ 2009 tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro.

Berdasarkan SKB tersebut kelompok LKM yang belum berbadan hukum seperti Badan Perkreditan Desa, Badan Lumbung Pitih Nagari, Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam, BMT dan lain-lain, diarahkan menjadi BPR, koperasi atau badan usaha milik desa.

Dalam Penjelasan Umum UU LKM, antara lain disebut: "LKM pada dasarnya dibentuk berdasarkan semangat yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (1), ayat (4) dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945".

UU LKM praktis belum memberikan perlindungan yang jelas, tegas dan konkrit. Begitu pula pengaturan tentang pembinaan, pengawasan dan sanksi administrative yang tidak secara tegas memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

Sanksi pidana dalam Pasal 34 s.d. 38 UU LKM ini juga tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat atas berbagai praktek yang merugikan masyarakat, seperti praktek rentenir atau pengenaan bunga sangat tinggi atas pinjaman, arisan berantai, dan penipuan berkedok investasi.

Semoga Peraturan atau produk Undang-undang yang diciptakan oleh Pemerintah dan DPR dapat bermanfaat bagi masyarakat langsung, karena selama ini produk instansi terkait tersebut selalu ditentang masyarakat ini menunjukan bahwa perumusannya tidak menempatkan Pancasila sebagi landasan hukum tertinggi baru UUD 45.

Thursday 9 May 2013

PENILAIAN LUAR TERHADAP EKONOMI INDONESIA

Dalam dua pekan ini, dua lembaga pemeringkat asing telah memberikan nilai yang buruk bagi perekonomian Indonesia. Tak lain disebabkan oleh lambatnya pemerintah dalam memutuskan kenaikan BBM bersubsidi.

Standard & Poor's sebelumnya telah menurunkan outlook peringkat utang Indonesia, yaitu dari BB+ positive menjadi stable. Ironisnya, S&P dengan senang hati memberikan predikat investment grade kepada Filipina. Padahal, Indonesia telah menginginkan predikat tersebut sejak meletusnya masa reformasi 1997 hingga 1998 lampau.

Dengan peringkat investment grade, maka suatu negara bisa menerbitkan surat utang dengan bunga rendah lantaran kelangsungan ekonomi negara tersebut telah dijamin oleh negara pemeringkat tersebut.

Awal tahun ini, tiga lembaga pemeringkat asing telah memberikan predikat investment grade ke Indonesia. Di antaranya adalah Moody's dengan Baa3 dengan outlook stable. Sementara Fitch memberikan rating BBB- dengan outlook positive.

Namun, setelah S&P menurunkan outlook ekonomi Indonesia, Moody's turut angkat bicara, lembaga pemeringkat asal Amerika Serikat itu mengancam akan menurunkan peringkat Indonesia jika keadaan ekonomi Tanah Air tidak berubah.

Alasan S&P memangkas rating Indonesia adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang lamban dalam menentukan kenaikan BBM bersubsidi. Padahal, BBM bersubsidi telah memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Seperti yang telah diketahui, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi telah direncanakan sejak tahun 2011 lalu. Namun hingga kini langkah pemerintah untuk menghemat pemakaian BBM bersubsidi belum juga terealisasi.

Meski begitu, bila dilihat dari kesehatan APBN Indonesia, saat ini defisit hanya berada di 1,63 persen dari produk domestik bruto. Padahal, kondisi keuangan Amerika Serikat lebih buruk dibanding Indonesia. Tahun ini, defisit anggaran negara Paman Sam itu mencapai 7-8 persen.

Dilihat dari sisi utang, AS telah mencatatkan rasio utang 74 persen dibanding produk domestik bruto. Sementara Indonesia masih di bawah 30 persen.

Tuesday 7 May 2013

PERBEDAAN EKONOMI SYARIAH DENGAN EKONOMI KONVENSIONAL

Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral.

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

CIRI KHAS EKONOMI SYARIAH

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain :
  1. Kesatuan (unity)
  2. Keseimbangan (equilibrium)
  3. Kebebasan (free will)
  4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaan-Nya di bumi. Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

TUJUAN EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.

Monday 6 May 2013

PENGERTIAN AL - MURABAHAH

AL - MURABAHAH

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui.  Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Sehingga penjual menyatakan modalnya adalah seratus ribu rupiah dan saya jual kepada kamu dengan keuntungan sepuluh ribu rupiah.

Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.

Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Ketentuan umum murabahah dalam bank syari'ah
  1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
  2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
  3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
  4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
  5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
  6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah beserta biaya tambahan yang diperlukan, misal ongkos angkut barang.
  7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu.
  8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
  9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang.